Bisakah seseorang hidup dari menulis saja? Ini adalah pertanyaan yang seringkali saya ajukan ketika berada dalam sebuah forum ataupun workshop kepenulisan. Beberapa orang menjawab bisa dan beberapa sisanya meminta saya untuk mencari pertanyaan yang lain. Sampai saat ini saya juga masih berusaha untuk mencari tahu sendiri jawabannya.
Kebanyakan orang pasti hanya memberikan jawaban yang sedikit melegakan, as always mereka pasti memberikan contoh orang-orang yang sudah sukses sebagai seorang penulis, seperti halnya J.K. Rowling dan sebagainya. "Hmm.. Tapi itu kan orang luar negeri ya, gimana dong kalo orang Indonesia?"
Kita semua tahu Andrea Hirata dong? Tahu kan? Ia bisa menjual konon lebih dari 1 juta eksemplar buku Laskar Pelangi. Bayangkan, 1 juta eksemplar. Jika kita misalkan bukunya dijual dengan harga 75 ribu, itu artinya, sampai saat ini, Andrea Hirata setidaknya sudah mendapatkan royalti sebesar 7,5 miliar kira-kira.
"Ya, Itu kan Andrea Hirata ya. Gimana dengan saya? Saya bisa nggak? Saya gitu loh! Buku pertama saja belum punya!", Kemudian ada juga ribuan penulis lain yang meringis karena royalti buku mereka hanya senilai puluhan atau ratusan ribu rupiah saja (itu pun katanya sering telat pembayarannya).
Makin ciut mental saya, pernah juga saya membaca artikel dari mojok.co, ada kutipan yang bunyinya, "Menjadi penulis buku itu adalah jalan pedang. Dan selayaknya jalan pedang, kemiskinan adalah sebuah keniscayaan."
"Pripun jal niku Pak?", Tapi tenang, semua pasti ada jalannya, InsyaAllah. Hal terpenting yang bisa kita lakukan sebelum memulai adalah mencoba yang terbaik, setelah itu serahkan hasilnya pada semesta.
Namun sebelum mencoba, mari kita perhatikan langkah demi langkah berikut:
Katanya untuk mencapai sesuatu, hal pertama yang diperlukan itu kita harus yakin terlebih dahulu. Oke, mari sekarang kita yakini kalau kita bisa jadi penulis.
Sebelumnya saya ingin bertanya, pernah kepikiran gak sih? Ketika kita melihat tulisan orang lain, dalam hati kadang kita nyeletuk, “Wah kalo cuma kek gini mah gue juga bisa!”. Iya apa iya? Tapi kenapa kita belum punya satu buku pun sampai sekarang? Hayoloh? Iya, ngomong mah gampang.
Begini saja, sebagai langkah awal mari kita pahami dulu kategori atau genre buku apa yang sebenarnya ingin kita tulis. Ingat, dari awal kita harus membuat buku yang laris di pasaran. Jadi, kita harus rajin melihat trend pasar saat ini larinya kemana. Sering-sering main ke toko buku di daerah kita, atau bisa juga browsing ke toko buku online untuk melihat apa saja yang best seller dan apa saja buku yang direkomendasikan.
Setelah itu, pahami dan kenali diri kita bagusnya dimana. Kalau memang kita bisanya nulis cerpen, ya fokus disitu dulu. Menulislah dari hal yang paling sederhana dan kita bisa.
Jangan kebanyakan mikir, setelah selesai riset pasar kita pasti jadi tahu kalau yang sedang trend sekarang itu buku genre apa. Nah, pilih satu buku yang kelihatannya paling oke kualitasnya, baik dalam hal cover, kerapihan editing, kertasnya, dan terakhir lihat alamat serta nomor telepon penerbit di belakang bukunya.
Untuk memperkenalkan diri dan mempresentasikan naskah kita, kita perlu menghubungi penerbit dan berbicara dengan salah satu editor mereka. Dalam percakapan tersebut, kita perlu menjelaskan maksud dan tujuan kita untuk mengirimkan naskah ke penerbit tersebut dengan cara yang jelas dan sederhana.
Jika editor menunjukkan antusiasme, tawarkan untuk mengirimkan draft naskah via email dan tanyakan kira-kira berapa waktu yang dibutuhkan untuk menilai naskah tersebut (biasanya membutuhkan waktu 3-4 bulan karena harus menunggu antrian). Namun, kita bisa meminta agar draft naskah kita diberikan penilaian lebih cepat. Hal ini sangat penting agar kita bisa mempersiapkan jadwal dan mengerjakan proyek lain sambil menunggu draft naskah dinilai.
"Mas, kalo harus nunggu, kenapa kita nggak mengirimkan naskah ke banyak penerbit sekaligus aja?"
Saya pribadi tidak membenarkan jika seorang penulis mengirimkan naskah ke beberapa penerbit secara bersamaan hanya karena alasan tidak sabar menunggu, boleh sih boleh, namun hal tersebut rasanya kurang beretika dan terlalu beresiko.
Itulah pentingnya riset di awal, hal ini juga termasuk dalam memilih penerbit yang akan kita percaya untuk menerbitkan buku pertama kita.
Setelah buku pertama kita masuk ke penerbit, sekarang kita mulai berhitung. Gimana caranya agar kita bisa fokus menulis karya lagi. Nah, karena pembayaran royalti buku keluar 6 bulan sekali, maka untuk mendapatkan uang setiap bulannya, minimal untuk di awal kita menargetkan agar bisa menulis 6 buku, 1 buku dalam 1 bulan. Proses ini harus berkelanjutan a.k.a kita harus terus menulis karena buku-buku tersebut royaltinya bisa saja menurun dari waktu ke waktu. Who knows!
“Edan, 1 buku 1 bulan? Saya ada kerjaan lain, Pak!”
Ya tidak harus segitu juga, menurut saya bisa menulis sebuah buku dalam waktu 2-3 bulan saja sudah "sangar". Intinya yang penting kita mengetahui target dan kebutuhan kita dari awal, jadi mau gak mau kita harus belajar mengatur waktu. Tipsnya misalnya, 1 buku itu kita buat dalam 30.000 kata ukuran A4, maka kita bisa tentukan dalam sehari kita mau dedikasikan waktu berapa jam untuk menulis? Kemudian di setiap sesinya kita mau menulis setidaknya berapa kata? Nah, menentukan target dan capaian per-hari ini dilakukan untuk melatih persisten kita dalam menulis.
Zaman sudah modern, kita bisa ketemu banyak sekali komunitas di media sosial. Masuk ke grup-grup telegram yang berhubungan dengan topik kepenulisan, gabung ke komunitas lewat twitter, dan masih banyak lagi cara yang bisa kita pakai di era digital seperti sekarang. Mulai membangun hubungan baik dengan teman-teman di penerbitan. Jumlah penerbit di Indonesia saat ini sudah makin berkembang, kalau mereka melihat potensi kita, mereka pasti akan meminta naskah dari kita.
- BLOGGING & SOCIAL NETWORKING
Di luar konteks industri buku dan penerbitan yang kita tahu, saat ini ada banyak sekali media sosial yang bisa kita pilih untuk memperkenalkan siapa diri kita di dunia maya. Media sosial ini bisa jadi senjata terbaik untuk mengembangkan personal branding kita. Kita bisa membagikan hal-hal menarik yang kita tahu melalui konten yang kita buat.
Kenalkan diri kita sebagai seorang penulis baru, ceritakan saat ini sedang menulis apa, sudah berapa buku yang kita punya, dan sebagainya. Bahkan sekarang ada banyak startup-startup baru di dunia penerbitan yang memudahkan siapapun untuk menjadi seorang penulis. Kita bisa mulai menerbitkan buku kita pada website mereka. Jadi tunggu apalagi? Sudah ada banyak cara yang bisa kita coba dan usahakan untuk meraih impian kita agar bisa menjadi seorang penulis.
Menjadi penulis profesional itu artinya kita akan bekerja dengan resiko jam kerja yang totally beda sama kerja kantoran. Mungkin kita bisa menghabiskan kurang lebih 8 jam sehari hanya untuk menulis dan menulis. Jadi, kita harus siap mental untuk selalu bisa fokus dan disiplin dalam menulis. Tidak ada istilah, “Lagi nggak mood.” Gimana caranya harus bisa menulis kapan saja dan dimana saja. Buka mata buka telinga untuk ide-ide baru, dan terus mengasah kemampuan menulis dengan terus menulis!
Doa terbaik untuk kita semua. Semoga berhasil!
Saya harap kalian mendapatkan manfaat dari catatan ini. Ilmu pengetahuan itu bisa diperoleh dari manapun, namun yang terpenting ialah menyelaraskan ilmu pengetahuan yang kita peroleh dengan sebuah tindakan
Tidak ada komentar: