Untukmu yang Hampir Menyerah, Tapi Masih Memilih Melangkah.

Ketika hampir menyerah, ingatlah: setiap langkahmu tetap berarti.
Adakalanya hidup memeluk kita terlalu erat hingga rasanya sulit untuk bernapas lega. Bahkan seutas pikiran yang lewat, terasa seperti genderang perang di kepala. Kita berusaha keras untuk selalu tersenyum di hadapan dunia, meskipun tahu, dada terasa sesak menahan segala yang tak terucap lewat kata-kata. Kita bangun setiap pagi dengan mata sembab, berat, dan tentu saja, hati yang lebih parah lagi. Dan di momen itu, tanpa suara, kita berbisik pada diri sendiri, “Ya Allah.. Saya capek.. Saya nggak tahu apa saya masih sanggup menjalaninya.”
Iya… setiap dari kita tahu rasanya.
Kita yang tumbuh dan belajar menjadi orang dewasa, pasti pernah berada di titik itu. Kelelahan yang tak sekadar menempel di tubuh, namun perlahan meresap jauh ke dalam tulang. Kelelahan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, namun diam-diam kita pahami bersama, terutama ketika kita duduk dengan teman yang bernasib serupa, dan hanya bisa saling tersenyum getir… seolah berkata, “Ya, kita sama-sama tahu gimana rasanya hidup. Sialnya!”
Kita mencoba tertawa di tengah keramaian, tapi hanya kita juga yang tahu betapa rapuhnya hati yang kita jaga. Sesekali duduk sendirian di sudut kota, menyeruput sebotol “golda” yang rasanya itu-itu saja, sembari menatap kosong gemerlap lampu kendaraan, lalu membiarkan pikiran bertempur tanpa perlawanan. Kita sama-sama tahu, di balik semua topeng kekuatan yang kita kenakan, ada rasa lelah yang tak pernah bisa kita ceritakan pada siapa pun.
Lelah yang tak sekadar fisik, tapi lelah yang menggerogoti jiwa. Lelah yang membuat kita bertanya, “Sejauh apa saya harus terus melangkah?”
Dan di sanalah, kita diam-diam berharap ada seseorang, atau sesuatu, yang menggenggam tangan kita dan berkata, “Saya mengerti. Kamu nggak sendirian.”
“Semoga, tulisan ini, setidaknya bisa jadi genggaman itu. Untuk kita, yang pernah berada di titik itu. Untuk kita, yang hampir menyerah… tapi memilih untuk tetap melangkah.”

Kita Lebih Kuat dari yang Kita Bayangkan
Coba ingat kembali jalan yang sudah kita tempuh sejauh ini. Berapa banyak badai yang sudah kita lalui? Berapa kali kita bisa bangkit kembali? Bukankah jalannya memang tidak selalu mulus? Meskipun setiap dari kita melewati rute kehidupan yang berbeda-beda, kita akan selalu menemui tikungan tajam, tanjakan yang curam, bahkan jurang yang hampir membuat kita berhenti selamanya. Kita pernah berada di titik di mana langkah kaki kita terpincang-pincang, dan jiwa raga kita seakan tak sanggup lagi memikul beban.
Namun, di balik setiap tantangan hidup itu, ternyata kita selalu menjumpai situasi yang sama, kita masih terus bergerak, kita masih terus melangkah. Meski perlahan, meski terseret, kita tetap memilih untuk maju. Sakitnya kehilangan pernah mengetuk pintu, rasa sepi pernah membungkam suara kita. Tapi dari setiap luka, ada keteguhan yang lahir diam-diam, keberanian yang membuat kita selalu berdiri kembali, bahkan ketika rasanya semua telah hilang.
Dan di sinilah kita sekarang, mungkin memang belum sampai tujuan, tapi setidaknya kita masih terus bernapas, masih terus berjuang, dan kita sudah jauh dari titik awal kan? Dulu kita sempat berpikir, “Saya nggak akan sanggup melewati ini,” tapi nyatanya? Kita sanggup, dan Allah menyanggupkan.
“Badai pasti berlalu, dan yang satu ini pun juga akan begitu.”
Kita hanya perlu bertahan, dengan satu langkah kecil, satu tarikan napas, satu hari pada satu waktu, sambil terus percaya kepada-Nya, karena Allah adalah sebaik-baiknya perencana.
Lelah Itu Wajar, Bukan Kalah
Tidak ada yang salah dengan merasa lelah. Tidak apa-apa jika sesekali kita merasa tersesat. Karena selemah-lemahnya iman, tatkala kita masih mau melangkah, dan terus berupaya, itu tetaplah sebuah kemajuan. Sesederhana bangun dari tempat tidur hari ini? Itu kemenangan yang layak dirayakan. Memaksakan sebuah senyuman di tengah hati yang remuk semalam? Itu artinya kita memang seorang pejuang.
Merasa lelah justru tanda bahwa kita terus bergerak. Orang yang diam saja, yang pasrah membiarkan hidupnya hanyut tanpa arah, tak akan pernah merasakan perasaan yang sekeren ini, lelah yang mahal, lelah yang membuktikan bahwa kita masih seorang manusia biasa, yang sedang dan masih terus berjuang mencari ridho-Nya.
Anggap saja ini harga dari sebuah keberanian. Keberanian untuk tetap hadir setiap pagi, menghadapi kehidupan yang tak selalu ramah kepada mereka yang terus berupaya menjalaninya.
Menyerah Itu Mudah, Tapi Kita Tidak Dibentuk dari Kemudahan
Menyerah selalu tampak seperti jalan pintas. Hanya butuh satu keputusan sembrono, berhenti atau melarikan diri. Lepaskan semuanya, biarkan diri kita lari dari tanggung jawab itu, lalu biarkan dunia terus bergerak dan mengabaikan kita di dalamnya. Tapi di dalam hati, kita tahu… itu bukan pilihan yang sebenarnya kita inginkan.
Pejuang sejati itu bukan mereka yang telihat hebat dan tidak pernah jatuh, tapi justru manusia biasa yang terbentuk menjadi tangguh, karena tumbuh dari luka yang harus mereka terima, dari lubang terdalam kehidupan yang keras dan gelap, dari napas yang tersengal setelah beribu kali bangkit. Pejuang sejati tercipta dari istilah pantang menyerah. Kita dibentuk untuk kuat bertahan dan terus berupaya memenangkan kehidupan.
Hidup dengan lika-likunya yang mesti kita jalani sepenuh hati, takkan pernah berhenti hanya karena hati kita sedang runtuh. Ia akan terus berputar, meninggalkan kita yang enggan berikhtiar. Maka dari itu, kita harus pintar-pintar menggenggam energi yang tersisa, dan bertindak lebih tegas dari sebelumnya. Karena ketika kita menyerah hari ini, kita hanya menunda pertarungan esok hari. Dan tentu saja kita perlu menghadapinya lagi nanti, bahkan dari titik awal yang mungkin jauh lebih sulit dari sebelumnya. Percayalah, kita tidak sendirian. Berjuta-juta manusia di luar sana juga sedang berperang melawan badainya masing-masing, dan boleh jadi badai mereka lebih rumit dan berat daripada yang kita hadapi.
Jangan memaksakan diri untuk berjanji selalu menjadi kuat, apalagi jika beban hidup kita memang dirasa terlalu berat, janji ini terlalu membual. Cukup pastikan pada diri kita sendiri, bahwa kali ini kita masih bisa bertahan, sedikit lagi, satu tarikan napas lagi. Satu menit lagi. Satu jam lagi. Satu hari lagi. Hidup tidak pernah meminta kita untuk bisa menaklukkannya seketika kok. Ia hanya menguji, apakah kita sanggup bertahan sedikit lebih lama dari setiap luka, hingga pada akhirnya, luka itu sendiri yang kalah.
Menangislah jika itu membantu kita melepaskan sesak di dada. Tidurlah jika kita perlu menenangkan pikiran yang tidak karuan. Tapi tolong, jangan sekali pun meremehkan diri kita sendiri dengan menyerah tanpa mengupayakan apapun. Jangan izinkan satu hal buruk menghapus semua hal baik yang sudah kita upayakan dengan susah payah. Kita sudah melangkah terlalu jauh untuk putar balik hanya karena lelah.
Beristirahatlah jika butuh. Isi kembali energi kita. Lalu bangkit kembali esok hari. Bangkit dengan energi, semangat, dan harapan baru setiap hari. Karena kita semua layak mendapatkan akhir yang indah itu.
Pengingat Untuk Hati yang Mulai Lelah
Simpan ini di tempat yang bisa kita baca lagi saat dunia seakan terasa gelap.
- Jadilah orang baik dan jangan menyesal telah berbuat baik.
- Jangan ragukan diri sendiri, setiap dari kita itu punya potensi. Kenali diri kita, gali potensi kita, dan bangunlah pencapaian itu.
- Kita berutang pada diri sendiri untuk menapaki setiap jalan menuju mimpi yang pernah kita simpan, sekecil atau sebesar apa pun itu. Sebab tidak ada seorang pun, siapa pun dia, dapat berjalan menggantikan langkah yang seharusnya kita ambil dan jalani sendiri.
- Pilih JOMO, bukan FOMO. Berhentilah berjuang mati-matian untuk diperhatikan dan mencari validasi dari orang lain, mulailah berjuang untuk merasa tenang dari dalam diri kita sendiri, belajarlah untuk bisa merasa nyaman ketika kita tidak perlu membuktikan apapun, kepada siapa pun, cukup buktikan kepada diri kita sendiri, bahwa kita sudah jadi lebih baik dari hari kemarin.
- Biarkan karya kita yang bicara. Orang yang paling berisik di dalam ruangan biasanya yang paling sedikit pencapaiannya. Bekerjalah dalam diam dan kesunyian, sampai karya kita menemukan penikmatnya dengan sendirinya.
- Ikhlaskan beberapa orang pergi. Tidak semua orang ditakdirkan untuk selamanya berada di dalam cerita kita. Beberapa mungkin hanyalah karakter pendukung yang perlu kita kenali sebagai pelajaran dan kisah yang bisa berlalu.
- Penyembuhan itu proses yang labil. Terkadang kita merasa sekuat baja, tapi di lain hari kita merasa serapuh kaca. Teruslah berupaya. Keduanya adalah bagian dari proses panjang yang perlu kita kenali pelan-pelan agar pulih dengan optimal.
- Cintai diri kita dengan berani. Itu berarti kita harus punya pendirian, berani untuk menjauh dari apa dan siapa pun yang bisa melukai kita. Berani mencintai diri adalah berani berkata: “Saya sudah melakukan dengan sebaik-baiknya, sekuat yang saya bisa, dan saya pantas menerima yang sepadan.”
- Pertumbuhan selalu menuntut ketidaknyamanan, tapi diam di tempat justru akan mengikis kita lebih dalam. Hidup cuma sekali, jadi pilihlah ketidaknyamanan yang bisa menuntun kita bertumbuh menjadi individu yang lebih bersinar.
- Disiplin memang membosankan, tapi itulah tiket menuju kenyamanan di masa depan. Jadikan setiap disiplin sebagai investasi untuk hidup yang kita impikan.
- Jangan menunggu orang lain memberi ruang. Berdirilah di tempat yang membuat kita dihargai. Jika mereka tidak memberi kita tempat, ciptakan ruang kita sendiri. Jika kehadiran kita hanya dianggap angin lalu, jangan ragu pergi. Hidup terlalu singkat untuk bertahan di tempat yang salah.
- Belajarlah memaafkan. Bukan demi mereka, tapi demi diri kita yang layak hidup damai. Melepaskan dendam adalah hadiah terindah yang bisa kita persembahkan pada hati yang selalu kita jaga itu.
- Belajarlah untuk mengambil jeda, bukan untuk menyerah. Istirahat adalah bagian dari strategi mengambil jeda demi meraih kemenangan di masa depan. Percayalah, menyerah adalah tiket menuju penyesalan seumur hidup.
- Kita itu berharga, titik. Memang setiap individu berhak untuk menilai sesuatu, tapi pertimbangkan juga kelayakan mereka, jangan ditelan mentah-mentah, terkadang orang yang terlalu gemar mengevaluasi orang lain itu, adalah orang yang belum selesai dengan dirinya sendiri.
- Kejar tujuan, bukan popularitas. “Likes” dan tepuk tangan tidak akan membangun sebuah warisan untuk kita. Namun visi, karakter, sikap (attitude) dan persisten (grit) yang akan membantu kita memperoleh dan mewujudkannya.
- Kita boleh tumbuh melampaui lingkungan kita saat ini. Itu artinya kita berevolusi. Jangan pernah mengecilkan diri kita agar pas di tempat yang sudah tak muat lagi untuk kita bertumbuh.
Kita Layak Mendapatkan Akhir yang Indah
Hidup kita, rasa sakit kita, semua pengembaraan ini, tidak ada yang percuma. Kita itu berharga, berharga bagi keluarga kita, pasangan, saudara, sahabat, teman, kolega, terutama bagi diri kita sendiri, bahkan bagi jiwa lainnya yang belum sempat bersinggungan dengan kita.
Ingatlah, kisah kita masih panjang. Setiap pagi adalah lembar kosong yang menunggu untuk kita isi dengan cerita baru.
“Jadi mulai hari ini, tulislah kisah yang pantas untuk kita kenang, kisah yang setiap lembar halamannya membuat kita selalu bersyukur pernah hidup di dunia ini. Tulislah setiap keberuntungan yang kita peroleh setiap hari. Tulislah setiap pelajaran dan hal baru yang membuat kita terus bertumbuh. Tulislah setiap harapan dan cita-cita yang ingin kita raih di masa depan. Tulislah apapun yang ingin kita tulis. Karena setiap dari kita, layak untuk mendapatkan akhir cerita yang indah. InsyaAllah.”
Ilmu pengetahuan itu bisa datang dari mana saja, namun yang terpenting ialah menyelaraskan ilmu pengetahuan yang kita peroleh dengan sebuah tindakan. Setiap langkah, betapapun kecilnya, yang kita ambil hari ini adalah jejak yang kelak membentuk warisan perjalanan kita sebagai manusia.
Baca juga :
Tidak ada komentar: